Kamis, 05 Agustus 2010

LANGKAH MENGHADAPI ANAK BERANI MENGAMBIL RESIKO

Semakin muda usia anak, penjelasan yang diberikan harus makin nyata dan simpel terkait dengan karakteristik bayi yang memahami dunia lewat rangsangan sensoris. Apa yang dapat dilakukan?

1. Beri contoh semestinya.
Orangtua harus memberikan contoh bagaimana melakukannya dengan benar. Misalnya saat anak belajar memanjat-manjat, berikan contoh untuk berpegangan dengan erat di tempat yang kokoh, seperti pinggiran tempat tidur dan sebagainya.
2. Dampingi anak.
Dampingi anak saat mencoba hal-hal "seru". Contohnya, ketika anak mencoba memanjat-manjat, orangtua harus berada dalam jarak yang aman. Dengan demikian begitu anak terlihat limbung, orangtua bisa langsung menangkapnya sebelum anak terjerembab dan membentur lantai.
3. Jangan kecilkan hatinya.
Beri penjelasan proporsional dan jangan pernah membuatnya kecil hati. Contoh, bayi terlihat senang bermain-main dengan semut, katakan saja, "Sayang, kalau main dengan semut bisa digigit dan gatal lo. Yuk, main yang lain saja."
4. Jangan heboh.
Banyak orangtua yang sedemikian heboh saat melihat anaknya "dalam bahaya". Misalnya, "Aduh, itu kan kecoaa... hiii... jangan disentuh!" Reaksi spontan, baik dalam ucapan maupun ekspresi wajah seperti ini, jelas tidak disarankan. Bayi akan "tertular" ketakutan yang sama hingga di lain waktu akan kehilangan keberanian untuk mengambil risiko.

5. Lakukan persiapan.
Kalau orangtua memang merasa anaknya termasuk berani mengambil risiko, tak ada salahnya melakukan persiapan sebelumnya. Misalnya saat si kecil mulai merangkak/memanjat, sebaiknya pastikan di kamar/rumah tidak ada sudut yang membaha- yakan. Simpan benda tajam, yang mengandung listrik/panas di tempat aman. Atau kalau anak sangat "bernyali" pada binatang, sebaiknya sediakan bedak/losion antigatal. Jadi, begitu anak terkena gigitan serangga, bisa segera diatasi.
6. Sabar & bervariasi.
Orangtua dituntut untuk sabar saat menerangkan kepada si bayi mengenai risiko dari aktivitas yang dilakukannya. Variasikan cara menerangkan kepada anak, baik secara verbal, visual ataupun gerakan/kinestetis. Jangan bosan untuk mengulang-ulangnya. Jangankan bayi, orang dewasa sering kali harus diberikan penjelasan berulang-ulang.
"Warisan" dari Orangtua?
Sering kali anak jadi takut mengambil risiko justru karena orangtua kelewat "hati-hati". Takut kotor, takut jatuh, takut pada binatang dan sebagainya. Sedikit banyak anak akan meniru sikap orangtuanya. Ayah/ibu seharusnya lebih bersikap terbuka terhadap pasangan jika dia termasuk orang yang kurang berani mengambil risiko. Kalau pasangan juga termasuk dalam kelompok “hati-hati”, mau tak mau keduanya harus banyak belajar dari orang lain atau referensi. Ingat lingkungan keluarga pendidikan pertama anak, jangan hambat kesuksesan mereka dengan kegagalan Anda dalam mendidik anak.